Rabu, September 02, 2009

Sengsara Membawa Nikmat

Kisah Islamnya Abu Dzar Al-Ghifari R.A

 Abu Dzar Al-Ghifari R.A adalah seorang sahabat Nabi SAW yang terkenal. Dikemudian hari, ia termasuk golongan ahli Zuhud dan ulama besar pada zamannya. Ali R.A berkata, “Abu Dzar memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh orang lain, namun ia menyimpannya.” Ketika pertama kali mendengar kabar kenabian Muhammad SAW, Abu Dzar mengirim saudaranya ke Makkah untuk memastikan berita itu. Ia berkata kepada saudaranya, “Apabila ada orang yang mengaku, `Telah datang wahyu kepadaku dari langit,` maka selidikilah ia dan dengarkan dengan baik kata-katanya.” Saudaranya pun pergi ke Makkah. Dan setelah menyelidiki di sana, ia pun kembali dan melaporkan, “Aku melihat ia memerintahkan agar melaksanakan kebiasaan baik dan berakhlak mulia. Dan aku mendengar ucapannya yang sangat indah, namun bukan ucapan syair atau ucapan ahli sihir. 

 Abu Dzar R.A tidak puas dengan berita saudaranya itu, sehingga ia memutuskan untuk pergi sendiri ke Makkah. Setibanya di sana, ia langsung menuju Masjidil-Haram. Pada saat itu ia belum mengenal wajah Nabi SAW., dan ia menduga tidak aman baginya jika menanyakan tentang Nabi kepada orang-orang. Hingga petang ia masih menyelidikinya. Ketika itu, Ali R.A melihat seorang Musafir asing. Pada masa itu, menjadi kebiasaan para sahabat untuk memperhatikan para Musfir, orang-orang miskin, orang-orang asing, lalu memenuhi hajat mereka. Ali R.A pun mengajaknya ke rumahnya dan melayaninya. Ali R.A merasa belum perlu bertanya mengenai siapa dan apa maksud kedatangannya. Dan Musafir tersebut juga tidak mengemukakan maksudnya kepada tuan rumah. 

 Pada pagi harinya, ia kembali ke mesjid dan menyelidiki lagi tanpa mengetahui apa pun dan tidak bertanya kepada siapa pun. Mungkin hal ini disebabkan berita permusuhan terhadap Nabi SAW telah tersebar luas. Nabi SAW dan siapa saja yang berani menemui beliau akan diganggu oleh mereka. Mungkin ia berpikir bahwa ia tidak akan mengetahui keadaan yang sebenarnya, karena gangguan yang mungkin tiba-tiba menimpanya, sehingga ia tetap menyendiri. 

 Pada sore hari kedua, Ali R.A berpikir, “Musafir yang terlantar ini pasti ada tujuannya datang kemari, mungkin tujuannya belum terpenuhi,” maka ia mengajak kembali tamunya menginap di rumahnya. Malam telah berlalu. Ali R.A masih belum sempat bertanya kepadanya. Malam ketiga pun sama seperti malam sebelumnya, “Apakah tujuanmu datang kemari?” Setelah meminta Ali bersumpah dan berjanji akan menjawab jujur setiap pertanyaanya, barulah Abu Dzar mengutarakan maksudnya. Ali R.A berkata, “Sungguh, beliau adalah utusan Allah. Jika esok pagi aku pergi, ikutilah aku. Aku akan mengantarmu kepada beliau. Namun, jika para penentang mengetahui hubungan kita, jumlah mereka sangat banyak dan berbahaya. Agar tidak dicurigai, jika ada bahaya yang mengancam, aku akan pura-pura buang air atau memperbaiki sepatu. Hendaknya engkau terus berjalan, jangan menungguku agar perjalanan kita tidak diketahui orang.”

 Keesokan paginya, Ali R.A. dan Musafir itu tiba di rumah Rasulullah SAW dengan sembunyi-sembunyi. Mereka berbincang-bincang dengan beliau. Dan pada saat itulah Abu Dzar R.A masuk Islam. Selanjutnya, karena Rasulullah SAW sangat mencemaskan gangguan yang akan menimpa Abu Dzar R.A beliau melarangnya agar tidak menunjukan ke Islamannya di muka umum. Beliau bersabda, “Pulanglah ke kaummu dengan sembunyi-sembunyi, dan kamu boleh kembali kesini jika kami telah menang.” Jawab Abu Dazar R.A, “Ya Rasulullah, demi Dzat yang nyawaku ada di tangan-Nya, aku akan mengucapkan kalimat Tauhid ini dihadapan orang-orang yang tidak beriman itu.” Lalu ia segera pergi ke Masjidil-Haram, dan dengan suara lantang ia berteriak, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
  Begitu selesai mengucapkan kata-kata tersebut, orang-orang menyerangnya dari segala arah. Tubuhnya terluka hebat, bahkan ia hampir menemui ajalnya. Untunglah paman Nabi SAW, Abbas R.A yang ketika itu belum masuk Islam, melindungi Abu Dzar dengan tubuhnya sambil berteriak, “Kalian sungguh Zhalim, orang ini orang Ghifar, Kabilah ini tinggal diantara jalan menuju Syam. Perniagaan kalian dan segala urusannya adalah dengan negeri Syam. Jika ia mati, jalan lalu lintas ke Syam akan tertutup bagi kita. Memang benar bahwa semua keperluan mereka datang dari Syam. Jika jalur itu tertutup, itu adalah bencana bagi mereka. Akhirnya, mereka meninggalkan Abu Dzar R.A. 

 Pada hari kedua. Abu Dzar R.A mengulangi perbuatan yang sama. Ia pergi ke Masjidil-Haram dan meneriakkan kalimat Tauhid di hadapan orang banyak. Orang-orang yang membenci ucapan itu pun kembali memukulinya. Dan pada hari itu, Abbas R.A jugalah yang mengingatkan kaumnya bahwa jika ia mati, maka jalur perdagangan mereka akan tertutup. 

Faedah 
  Walaupun Rasulullah SAW menasihati Abu Dzar agar tidak menunjukkan ke Islamannya, semangatnya yang tinggi untuk memperlihatkan yang hak telah merasuki jiwanya. Ketika agama yang hak ini telah merasuki jiwa seseorang, maka tidak ada alasan baginya untuk menutupinya dari siapapun. Adapun larangan Nabi SAW. Adalah karena rasa sayang beliau kepadanya, khawatir kalau Abu Dzar R.A tidak mampu menanggung penderitaannya. Tidak ada sedikit pun perasaan menentang Nabi SAW dalam hati para sahabat R.Hum. 

 Dalam menyebarkan agama, Nabi SAW sendiri telah banyak menderita. Oleh sebab itu, Abu Dzar R.A memilih untuk mengikuti penderitaan Nabi SAW, bukan menerima kemudahan yang beliau berikan. Inilah penyebab urusan agama dan urusan dunia para sahabat sempat meningkat dan menang di setiap medan. Siapapun yang telah mengucapkan sahadat sekali saja berarti berada di bawah naungan bendera Islam. Tiada kekuatan sebesar apapun yang dapat menghentikan semangat mereka, dan tiada satupun kezhaliman yang dapat menghentikan Syiar agama pada diri mereka.



0 komentar: