Minggu, Agustus 09, 2009

Perjalanan Rasulullah SAW Ke Thaif

Selama sembilan tahun sejak kerasulan, Nabi Muhammad SAW telah berusaha menyampaikan ajaran Islam dan mengusahakan hidayah serta perbaikan kaumnya di Makkah, namun sangat sedikit yang menerima ajakan beliau, kecuali orang-orang yang sejak awal telah masuk Islam. Selain mereka, ada orang-orang yang belum masuk Islam, tetapi siap membantu Rasulullah SAW. Dan kebanyakan orang-orang kafir Makkah selalu menyakiti dan mempermainkan beliau dan para sahabat beliau. 

 Abu Thalib termasuk orang yang belum memeluk Islam namun sangat mencintai Nabi SAW. Ia akan melakukan apa saja yang dapat menolong Nabi SAW. Pada tahun kesepuluh kenabian, ketika Abu Thalib meninggal dunia, kaum Kuffar semakin berkesempatan untuk mencegah perkembangan Islam dan menyakiti kaum Muslimin. 

 Rasulullah SAW pun pergi ke Thaif. Disana ada suatu kabilah bernama Tsaqif yang sangat banyak anggotanya. Beliau berpendapat, jika mereka memeluk Islam, kaum Muslimin akan terbebas dari siksaan orang-orang kafir tersebut. Dan akan menjadikan kota ini sebagai pusat penyeberan Islam. Setibanya di Thaif, Nabi SAW langsung menemui tiga orang tokoh masyarakat dan berbicara dengan mereka, mengajak mereka kepada agama Allah, dan mengajak mereka agar membantu Rasulullah SAW. Namun mereka bukan saja menolak, bahkan sebagai Bangsa Arab yang terkenal dengan adatnya yang sangat menghormati, itupun tidak mereka lakukan. Bahkan mereka menjawab dengan terang-terangan dan menerima beliau dengan sikap yang sangat buruk. Mereka menunjukkan perasaan tidak suka dengan kedatangan Nabi SAW. Pada mulanya beliau berharap agar kedatangan beliau kepada tokoh masyarakat akan disambut dengan baik dan sopan ternyata sebaliknya. Diantara mereka ada yang berkata, “Wahai, kamukah orang yang dipilih oleh Allah sebagai Nabi-nya?” Yang lain berkata, “Tidak adakah orang selain kamu yang lebih pantas dipilih Allah sebagai Nabi?” Yang ketiga berkata, “Aku tidak mau berbicara denganmu, sebab jika kamu memang seorang nabi seperti pengakuanmu lalu aku menolakmu, tentu itu tidak akan mendatangkan bencana dan jika kamu berbohong, aku tidak ingin berbicara dengan orang seperti itu.” Setelah itu dengan perasaan kecewa terhadap mereka, Nabi SAW berharap dapat berbica dengan orang-orang selain mereka. Inilah sifat Nabi SAW yang selalu bersungguh-sungguh, teguh pendirian, dan tidak mudah putus asa ternyata tidak seorang pun diantara mereka yang bersedia menerima beliau. Bahkan mereka membentak beliau dengan berkata, ”Keluarlah kamu dari kampung ini! Pergilah kemana saja yang kamu sukai!” 

 Ketika Nabi SAW sudah tidak dapat mengharapkan mereka dan bersiap-siap akan meninggalkan mereka, mereka menyuruh anak-anak kota tersebut mengikuti Nabi SAW, lalu mengganggu, mencaci, serta melemparinya dengan batu sehingga sandal mereka berlumuran darah. Dalam keadaan seperti inilah Nabi meninggalkan Thaif. Ketika pulang beliau menjumpai sebuah tempat yang dianggap aman dari kejahatan mereka. Beliau berdoa kepada Allah SWT.

 “Ya Allah, kepada Mu lah ku adukan lemahnya kekuatanku, kurangnya upayaku dalam pandangan manusia. Wahai yang Maha Rahim dari sekalian rahimin, Engkaulah Tuhannya orang-orang yang merasa lemah, dan Engkaulah Tuhanku, kepada siapakah engkau serahkan diriku. Kepada orang asing yang akan memandangku dengan muka masam atau kepada musuh yang Engkau berikan segala urusanku., tiada keberatan bagiku asalkan Engkau tidak marah kepadaku. Lindungan-Mu sudah cukup bagiku. Aku berlindung kepada-Mu dengan Nur wajah-Mu yang menyinari segala kegelapan, dan dengannya menjadi baik dunia dan akhirat, dari turunya murka-Mu kepadaku atau turunya ketidakridhaan-Mu kepadaku. Jauhkanlah murka-Mu hingga Engkau ridha. Tiada daya dan upaya melainkandengan-Mu.” 

 Allah SWT penguasa seluruh alampun memperlihatkan keperkasaan-Nya. Demikian sedih doa Nabi SAW sehingga Jibril A.S datang untuk memberi salam kepada beliau dan berkata, “Allah mendengar pembicaraanmu dengan kaummu, dan Allah pun mendengarj awaban mereka, dan Dia mengutus kepadamu malaikat penjaga gunung agar siap melaksanakan apa pun perintahmu kepadanya.“ Malaikat itu pun datang dan memberi salam kepada Nabi SAW seraya berkata, ”apapun yang engkau perintahkan akan kulaksanakan. Bila engkau suka, akan kubenturkan kedua Gunung disamping kota ini sehingga siapa saja yang tinggal diantara keduanya akan hancur binasa. Jika tidak, apapun hukuman yang engkau inginkan, aku akan siap melaksanakannya.” Rasulullah SAW yang bersifat pengasih dan mulia ini menjawab, “aku hanya berharap kepada Allah, seandainya saat ini mereka tidak menerima Islam, semoga kelak keturunan mereka akan menjadi orang-orang yang beribadah kepada Allah.” 

Faedah 
 Demikianlah Akhlak Nabi yang mulia. Kita mengaku sebagai pengikutnya, namun ketika kita ditimpa sedikit kesulitan atau celaan, kita langsung marah, bahkan menuntut balas seumur hidup. Kezhaliman dibalas dengan kezhaliman, sambil terus mengaku bahwa kita adalah umat Nabi SAW. Padahal dengan pengakuan itu, seharusnya segala tingkah laku kita mengikuti beliau. Jika mendapatkan kesulitan dari orang lain, Nabi SAW tidak pernah mendoakan keburukan dan tidak pernah keinginan menuntut balas.




0 komentar: